Jawaban rubrik konsultasi psikologi BuddhaZine.com
Ibu Maharani Yth.
Saya wanita. Suami saya penyuka sesama jenis.
Saya menarik suami saya pulang ke kampung halamannya karena saya tidak ingin suami saya terjerumus lebih dalam meskipun saya tahu suami saya seperti ini sudah bertahun-tahun.
Mohon tanggapannya.
Terima kasih.
Halo, terima kasih atas pertanyaannya yah… Saya sangat mengapresiasi keberanian Anda untuk berkonsultasi dan mengungkapkan masalah rumah tangga. Sebelum membahas lebih jauh, kita perlu tahu dulu apa itu penyuka sesama jenis dan penjelasan mengenai homoseksual.
Homoseksual adalah munculnya rasa ketertarikan, perasaan romantis, kasih sayang dan ketertarikan secara seksual dengan sesama jenis. Homoseksual sebetulnya bisa mengarah pada hubungan atau ketertarikan antara wanita dengan wanita, meskipun saat ini lebih sering disebut dengan ‘lesbian’. Sedangkan homoseksual sendiri lebih mengarah ke hubungan pria dan pria. Sedangkan heteroseksual adalah hubungan cinta lawan jenis, atau biasa disebut dengan istilah ‘straight’.
Dalam kehidupan seksualnya, pasangan homoseksual ini memegang peran sebagai si ‘wanita’ dan salah satunya lagi berperan sebagai si ‘pria’. Meskipun dalam hubungan mereka di luar masalah seksual, mereka dapat bertukar peran sebagai si wanita ataupun sebagai si pria.
Pelaku homoseksual sendiri saat ini disebut sebagai ‘gay’ bagi pria yang menjalin hubungan dengan sesama pria, dan ‘lesbian’ bagi wanita yang menjalani hubungan percintaan dengan sesama wanita. Orientasi seksual sendiri sebetulnya bersifat sangat pribadi, namun ketika si pelaku ini sudah menjalani hubungan dengan sesama jenisnya, dan mengalami ketertarikan, barulah ia disebut sebagai ‘homoseksual’.
Penyebab seseorang menjadi homoseksual hingga saat ini belum diketahui penyebabnya secara pasti dan ilmiah, apakah itu bersifat genetik, hormonal maupun terbentuk karena pengalaman kehidupannya. Namun penelitian mengatakan bahwa menjadi homoseksual umumnya bukanlah pilihan hidup seseorang. Tapi di atas semua pernyataan itu, kita harus tetap optimis bahwa akan selalu ada jalan keluar yang terbaik bagi para istri yang mengetahui suaminya penyuka sesama jenis setelah menikah.
Jujur, saat ini semakin banyak kasus-kasus seperti ini dalam masyarakat kita. Akhirnya si istrilah yang kebanyakan mencari bantuan ke psikolog untuk menyelamatkan rumah tangganya.
Menjadi seorang ‘gay’ atau ’lesbian’ tentu adalah hal yang sangat tidak mengenakkan, apalagi di budaya timur yang masih sangat men’tabu’kan perilaku menyukai sesama jenis tersebut. Baru beberapa tahun belakangan ini muncul istilah LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender). Namun sebelumnya, jika kita melihat sepasang lelaki menunjukkan sikap romantis di tempat umum, pasti akan menjadi cibiran orang-orang yang memandangnya.
Nah, tumbuh di lingkungan seperti ini, apalagi jika kelainan orientasi seksual tersebut sudah dialami sejak masa kecil, tentu dapat menjadi tekanan tersendiri bagi kaum homoseksual. Tidak mengherankan ada banyak ‘gay’ akhirnya bunuh diri, ketergantungan narkoba, depresi, dsb. Stigma masyarakat di kala itu membuat kaum homoseksual merasa diisolasi dan didiskriminasi. Belum lagi resiko-resiko penyakit menular seksual yang ditimbulkan dari berganti-ganti pasangan sesama jenis.
Di dalam sejarah sendiri disebutkan, bahwa praktik homoseksual sudah banyak terjadi sejak abad ke-17 hingga abad 18. Bahkan di lingkungan kerajaan sendiri, sudah banyak praktik hubungan seksual sesama jenis ini, meski baru di abad ke-19 kaum homoseksual ini lebih berani membuka identitas diri mereka, dan semakin banyak pembahasan mengenai homoseksual, dan masyarakat pun menjadi semakin menyadari keberadaan kaum LGBT.
Bahkan hubungan sesama jenis ini juga termasuk dalam salah satu klasifikasi gangguan mental dan kepribadian dalam ‘Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder’ namun di tahun 1973 dihapuskan dari klasifikasi gangguan karena pelaku homoseksual sendiri masih dapat menjalani kehidupan yang bahagia, produktif, nyaman dan sehat.
Penghapusan ini juga dilakukan sebagai upaya untuk mencegah ‘pelabelan’ terhadap kaum homoseksual secara negatif dan diskriminatif. Dan penelitian membuktikan, kebanyakan kaum homoseksual yang meminta konseling dan psikoterapi ke psikolog justru karena stress pekerjaan, kehidupan sosial, maupun keluarga seperti orang-orang lain pada umumnya, dan bukan untuk mencari bantuan atas kehidupan seksualnya.
Semoga dengan gambaran ini dapat semakin membuka pandangan kita terhadap homoseksual, dan menghindari ‘judgement’ atau pelabelan terhadap mereka serta bersikap lebih bijak. Nanti di rubrik kedua, akan saya jelaskan lebih lanjut mengenai dinamika psikologis seorang homoseksual secara lebih mendalam. Artikel saya sebelumnya mengenai homoseksual dapat disimak di sini: Saat Aku Tahu Bahwa Suamiku Homoseksual. Terima kasih.
*Bagi yang hendak mengajukan konsultasi psikologi, silakan kirim ke Redaksi@buddhazine.com
Maharani K.,M.Psi
Psikolog keluarga, Hipnoterapis, dan Trainer
The post Pasanganku Penyuka Sesama Jenis appeared first on .