Quantcast
Channel: Buddhazine
Viewing all articles
Browse latest Browse all 2781

It’s Okay not to be Okay

$
0
0

Pada dasarnya semua manusia ingin diterima dan dicintai seperti apa adanya dirinya. Manusia diciptakan oleh Sang Pemilik Hidup lengkap dengan baik dan buruknya, hitam dan putihnya, gelap dan terangnya, kurang dan lebihnya, tubuh yang sehat dan sakit, hidup dan mati, perasaan sedih dan bahagia, tawa dan tangis, dan lain sebagainya.

Kondisi dualitas ini yang membuat manusia seimbang dan sempurna. Kita terkadang lupa bahwa dualitas dalam diri ini kita butuhkan untuk hidup. Kita juga tidak pernah bertanya “Mengapa mereka ada di dalam diri saya?” atau “Mengapa saya membutuhkannya?”

Untuk itu, mari lepaskan sejenak sudut pandang yang selama ini digunakan.

Mari lihatlah lebih luas lagi!

Manusia sesungguhnya tidak terbatas pada dualitas semata. Manusia mampu melampaui dualitas ini dengan kesadaran diri. Kesadaran akan diri menuntun manusia pada penerimaan diri dan mengasihi diri.

Dualitas bukan lagi bercerita tentang pertentangan dan perbedaan. Bukan lagi menggaungkan penolakan. Tetapi dualitas ini merupakan bagian diri kita yang bercerita bagaimana kita berproses dalam pertumbuhan diri untuk mengasihi.

Contoh kecil, kita diciptakan dengan dua tangan yaitu kiri dan kanan, dua kaki yaitu kiri dan kanan, dua mata yaitu kiri dan kanan. Keberadaan mereka membuat tubuh kita sempurna, bukan?

Bukankah Anda tidak rela bila salah satu bagian itu dihilangkan dari tubuh Anda? Mengapa? Ketika kaki kiri sakit karena menendang batu, otak dan anggota butuh yang lain akan merespon agar rasa sakit itu berkurang.

Misalnya otak memerintahkan tubuh membungkung agar tangan dapat menyentuh dan mendekap kaki kiri yang sakit. Atau kaki kiri dilipat ke untuk mendekati tangan sehingga perlahan-lahan rasa sakit pun berkurang.

Demikian pula, berlaku untuk dualitas di dalam diri yang telah disebutkan di atas. Termasuk juga pada peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam hidup Anda.

Kita lihat bagaimana dualitas di dalam diri lebih lanjut.

Sekarang silahkan Anda menuliskan di kertas kosong dan bagilah kertas itu menjadi dua. Pada kertas yang pertama tuliskanlah kelebihan yang Anda miliki pada diri Anda dan pada kertas yang kedua tulislah hal kekurangan yang Anda miliki pada diri Anda.

Masing-masing dikerjakan dalam waktu 5 menit. Setelah itu , perhatikan dan baca kembali apa yang telah Anda tuliskan. Mana yang Anda rasa lebih mudah dan cepat untuk Anda tuliskan? Mana yang membuat Anda merasa kesulitan dan membutuhkan waktu yang lama dalam menuliskannya?

Bagaimana perasaan Anda ketika menuliskannya? Apa yang Anda pikirkan kemudian terhadap diri Anda? Apa pun jawaban Anda hal itu tetap baik adanya. Tidak apa-apa. Terimalah diri Anda sepenuhnya bagaimanapun ia. It’s Okay not to be Okay. Tidak apa-apa jika Anda sedang tidak baik-baik saja.

Mari menyayangi diri Anda sendiri seutuhnya dengan demikian Anda pun mampu untuk menyanyangi orang lain dengan keseluruhan dirinya. Sebagaimana organ tubuh Anda saling menyayangi organ tubuh yang lainnya. Sebagaimana jantung Anda yang sangat menyayangi hidup Anda sepenuhnya.

Guruku sering berkata seperti ini, “Segala sesuatu yang terjadi di luar diri kita sesungguhnya netral. Baik adanya. Hanya cara pandang kita yang menjadikannya memiliki arti-arti. ”Ini berarti cara pandang kita terhadap diri sendiri juga menentukan bagaimana kita memandang suatu peristiwa yang sesungguhnya nertal.”

Selamat menyayangi diri wahai Jiwa yang penuh kasih.
Selamat berproses untuk bertumbuh.

The post It’s Okay not to be Okay appeared first on BuddhaZine.


Viewing all articles
Browse latest Browse all 2781

Trending Articles