“Equanimity” ( Ketenangan batin, Pali: Upekkhā ) melindungi kita dari reaksi emosional yang berlebihan dan memungkinkan kita untuk beristirahat dalam perspektif yang lebih besar. Berikut adalah pandangan Chritiane Wolf tentang cara mengelolahnya.
“Pergilah dengan tenang di tengah kebisingan dan ketergesaan dan ingatlah kedamaian yang mungkin ada di dalam keheningan.”
Dengan kalimat ini penulis Jerman-Amerika Max Ehrmann memulai “Desiderata.”
Ibu saya sangat menghargai puisi ini sehingga dia membingkai dan menggantungnya di seberang toilet kamar mandi kami, dan selama bertahun-tahun saya mendapati diri saya merenungkannya berulang kali sehari dalam posisi kontemplatif. Apakah ini asal mula pencarian saya tentang “equanimity”? Ide ini membuatku tersenyum.
“Equanimity” adalah seperti mata badai, pusat ketenangan yang didasarkan pada pengetahuan bahwa segala sesuatu itu terus berubah”.
Apakah “equanimity” itu, dan bagaimana kita dapat melibatkannya lebih banyak ke dalam hidup kita? “Equanimity” adalah kesediaan dan kemampuan untuk menerima segala hal sebagaimana adanya pada saat ini – apakah itu hal yang menantang, membosankan, menggairahkan, mengecewakan, menyakitkan, atau hal yang sangatlah sesuai dengan yang kita inginkan. “Equanimity” memberikan ketenangan dan keseimbangan disaat suka dan juga duka. Ia melindungi kita dari reaksi emosional yang berlebihan, memungkinkan kita untuk beristirahat dalam perspektif yang lebih besar, dan memiliki kepercayaan dasar di dalam segala hal.
“Equanimity” adalah seperti mata badai, pusat ketenangan, yang didasarkan pada pengetahuan bahwa segala sesuatu terus berubah dan sebagian besar berada di luar kendali kita. Pohon ek dewasa adalah simbol lain dari “equanimity”. Berakar kuat di bumi, tidak tergoyahkan oleh perubahan musim dan pergantian cuaca. Pohon itu berdiri stabil pada akar tunggang yang menopangnya dengan aman sehingga menjadi stabil tetapi tidak kaku, bahkan dalam badai yang kuat sekalipun.
Kita dapat bertanya pada diri sendiri: Apa akar tunggang kita? Apa yang membantu kita bertahan dari badai kehidupan yang tak terhindarkan? Sang Buddha memperingatkan agar kita tidak terbawa oleh “delapan angin duniawi”, yang saat ini, setelah selama 2.600 tahun ini, masih terus berhembus: kesenangan dan kesakitan, pujian dan kesalahan, kesuksesan dan kegagalan, untung dan rugi. Tentu saja kita lebih suka mengalami hanya satu sisi angin, yaitu sisi yang kita anggap positif, tetapi semakin kita melihat bahwa keadaan itu berubah lagi dan lagi, semakin dalam kita dapat terhubung dengan akar tunggang kita.
Equanimity adalah peran sentral dalam ajaran Buddha. Bersamaan dengan cinta kasih (metta), welas asih (karuna), dan kegembiraan (mudita), “equanimity” adalah salah satu brahmavihara, empat kualitas dari inti hati. Upekkha adalah kata majemuk dalam bahasa Pali, yang dapat diterjemahkan sebagai “mengamati dengan tenang” atau “melihat dengan kesabaran dan kebijaksanaan.”
“Equanimity” mendukung brahmavihara lainnya. Tanpa “equanimity”, kita akan dikuasai oleh penderitaan di dunia ini dan akan menutup diri atau berpaling darinya. Di sisi lainnya, tanpa “equanimity”, keindahan dan kegembiraan dunia yang luar biasa yang juga merupakan bagian dari realitas hidup, dapat menggoda kita ke dalam pandangan dunia Pollyannaish. “Equanimity” cukuplah luas untuk menahan semua keadaan dalam kehidupan ini dan merangkulnya dengan penuh kasih.
“Equanimity” jangan disalah artikan dengan ketidakpedulian. Dari luar, kedua kondisi ini terlihat sangatlah mirip, itulah sebabnya dalam literatur Buddhis ketidakpedulian disebut sebagai “musuh dekat” dari “equanimity”. “Equanimity” bukanlah menjadi berkeras hati atau keadaan tidak mau berubah dalam mengatasi suatu situasi. Sebaliknya, “equanimity” membuat kita menjadi sangat peduli terhadap kehidupan dengan hati yang ringan. “Equanimity” hanya dapat muncul melalui penerimaan yang terwujud berdasarkan pengertian dari kenyataan bahwa kita tidak memiliki kendali total atas situasi apapun.
“Equanimity” terkadang diumpamakan sebagai “perasaan kakek-nenek.” Kakek-nenek sering kali mencintai cucu-cucu mereka sama seperti cinta mereka kepada anak-anaknya, tetapi dengan perpektif yang berbeda tentang ekspektasi-ekspektasi dan dalam melihat kesulitan-kesulitan mereka. Seperti yang diungkapkan oleh seorang nenek, “Semua masalah ini sangat mudahlah diatasi dengan sekali cuci”
“Equanimity” dan kesadaran penuh terjalin erat dan saling menguatkan, tetapi keduanya adalah dua hal yang berbeda yang berkembang dengan kecepatan yang tidak sama. Kita dapat mengalami kesadaran penuh dari awal latihan meditasi kita, sementara untuk mencapai “equanimity” seringkali dibutuhkan waktu yang lebih lama.
Tidak menghakimi adalah bagian dari definisi kesadaran penuh. Namun ketika kita mulai mempraktekkan kesadaran penuh, kita menjadi sadar betapa seringnya kita kesal, menghakimi, tidak ramah, dan kurang “equanimity”. Ironisnya, kesadaran penuhlah yang membuat kita melihat kurangnya “equanimity” dengan jelas
Melalui kesadaran pikiran kita dapat mengamati aliran pikiran, perasaan, dan sensasi dalam tubuh tanpa bereaksi secara spontan. Dengan berulang kali melakukan praktik ini, wawasan akan muncul ke dalam rantai pengalaman sebab akibat yang kompleks dan terkadang tidak umum. Wawasan ini memberi kita perspektif yang lebih besar dan mengarah pada lebih banyak “equanimity”. Kita dapat percaya bahwa jika kita secara teratur berlatih meditasi kesadaran penuh dan mendalam, kita secara alami akan lebih nyaman.
Menjalani hidup secara sadar akan membuat kita lebih seimbang dari waktu ke waktu, tetapi untuk hidup secara sadar kita tidak bisa membiarkan semua terjadi dengan sendirinya. Kita perlu berlatih. Pada akhirnya, “equanimity” yang kita miliki tidak hanya baik untuk kita, tetapi juga untuk semua orang yang kita jumpai.
Tiga Latihan Keseimbangan Hati
TETAP TERBUKA, LIBATKAN PERSPEKTIF
Renungkan situasi dalam hidup anda yang awalnya anda anggap negatif, tetapi kemudian berubah mengarah ke situasi yang jauh lebih baik yang tidak dapat Anda perkirakan saat itu. Misalnya, mungkin perpisahan yang menyakitkan memungkinkan untuk menemukan cinta sejati Anda, atau penolakan setelah wawancara kerja akhirnya mengarah pada pekerjaan yang lebih baik. Undang perspektif ini ke dalam situasi saat ini di mana Anda hanya dapat melihat sisi negatif.
KETIKA ORANG TERCINTA MENDERITA
Adalah hal yang sulit untuk bertahan saat seseorang yang kita cintai menderita. Seringkali, kita menganggap penderitaan mereka sebagai penderitaan kita sendiri. Kita terjebak dalam perasaan bersalah bahwa kita tidak dapat membantu lebih banyak, atau seakan timbul keharusan untuk perlu menderita juga, karena rasa solidaritas.
Latihan ini, yang diilhami oleh psikolog Kristin Neff, membantu kita menemukan keseimbangan ketika orang yang kita cintai menderita. Inti sarinya adalah pemahaman bahwa pada akhirnya kita tidak bisa membuat orang lain bahagia. Kita hanya bisa bekerja dengan batin dan reaksi kita sendiri dan membuat keputusan sendiri.
Ulangi kalimat berikut dengan tenang selama meditasi dan juga di siang hari:
“Setiap orang sedang dalam perjalanan hidupnya sendiri.”
“Saya bukanlah penyebab penderitaanmu (atau bukan penyebab secara eksklusif).”
“Bukanlah ditangan saya kekuatan untuk mengakhiri penderitaan anda, meskipun saya ingin, jika saya bisa.”
“Ini adalah saat-saat yang sulit untuk bertahan, namun saya akan terus berusaha untuk membantu di manapun saya bisa.”
MEDITASI KESADARAN TERBUKA
Setelah fokus awal pada napas dalam meditasi kita, kita dapat membuka kesadaran kita seperti lensa kamera sampai perbedaan antara latar depan (nafas) dan latar belakang (segala sesuatu yang lain, seperti pikiran, perasaan, suara, sensasi tubuh, dll.) larut.
Kita duduk nyaman dan menyaksikan pengalaman yang muncul dan lenyap secara terus menerus tanpa terjebak dalam detail. Kita beristirahat seperti langit biru yang luas dan membiarkan semua pengalaman lewat seperti awan atau sekawanan burung-burung.
The post Menemukan Keseimbangan Yang Lebih Baik appeared first on BuddhaZine.