Sebagian masyarakat merasa khawatir dengan nota kesepakatan tentang pemanfaatan Candi Borobudur sebagai tempat ibadah umat Buddha Indonesia dan dunia. Mereka beranggapan status Candi Borobudur akan menjadi lebih eksklusif dan hanya dikuasai oleh umat Buddha.
Staf Khusus Menteri Agama, Abdul Kharis Ma’mun, menyatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Nota kesepakatan ditandatangani 4 menteri dan 2 gubernur, 11 Februari 2022 lalu, mendorong tiga hal penting: candi dapat dimanfaatkan untuk ibadah, perizinan untuk ibadah tidak berbelit, dan memberikan fasilitas tempat khusus untuk beribadah di kompleks candi.
“Karena unsur keagamaan atau peribadatan itu diberikan kepada kementerian agama, maka kita minta di satu titik wilayah candi, syukur-syukur ring pertama dibuatkan tempat kumpul untuk beribadah. Semacam joglo, sehingga umat jika mau beribadah tidak terganggu oleh wisatawan,” jelas laki-laki yang akrab disapa Gus Sofiwi dalam FGD tokoh masyarakat lintas agama tentang pemanfaatan Candi Borobudur sebagai tempat ibadah umat Buddha di Hotel Grand Artos, Magelang, Minggu (5/06).
Bhikkhu Sri Pannyavaro: Borobudur Milik Indonesia, Umat Buddhis Diizinkan Beribadah
Bhikkhu Sri Pannyavaro yang menjadi narasumber dalam acara itu juga menegaskan bahwa tidak ada yang berubah dari status Candi Borobudur. “Saya ingin menggaris bawahi kalimat ini, pemanfaatan Candi Borobudur sebagai tempat ibadah umat Buddha. Bukan mengubah status Candi Borobudur menjadi tempat ibadah umat Buddha. Dalam bahasa sederhana, umat Buddha diizinkan untuk beribadah di Candi Borobudur,” terang Bhante.
Meski begitu, menurut bhante tidak mudah untuk ibadah di tempat umum. “Bapak ibu tidak usah kaget mengapa beribadah di tempat umum itu sulit. Lebih gampang beribadah di vihara sendiri yang baru. Mengapa? karena Borobudur itu mempunyai segi historis, arkeologis yang usianya sudah 1300 tahun.” ucap Bhante
“Dulu Borobudur didirikan kerajaan Syailendra juga milik bangsa, bukan hanya milik raja. Sekarang pun Borobudur milik bangsa Indonesia. Semuanya, bukan hanya milik umat Buddha. UNESCO juga ikut memiliki, kadang-kadang lebih berkuasa daripada pemerintah kita. Lalu Bapak Menteri Agama mempunyai niatan umat Budha diijinkan sembahyang. Karena, tujuan pembangunan Borobudur oleh kerajaan Syailendra juga untuk ibadah, bukan sebagai tempat rekreasi,” lanjut Bhante.
Gus Yusuf Chudlori: Sosialisasi dan Komunikasi Pemangku Kepentingan Penting

Sementara itu, Gus Yusuf Chudlori meminta para pemangku kepentingan agar lebih masif melakukan komunikasi dan sosialisasi supaya tidak menimbulkan salah paham. Selama ini, menurut pengasuh Pondok Pesantren Tegalrejo ini, masyarakat Kabupaten Magelang sangat menghormati Candi Borobudur sebagai tempat ibadahnya umat Buddha.
“Saya yakin, masyarakat yang paling besar menikmati berkah ekonominya Borobudur. Dari mulai penjual asongan, warung makan, homestay mungkin 95% umat Islam. Jadi, bagi umat Islam Borobudur juga menjadi bahasa kami, menjadi wasilah perantara ekonomi bagi umat Islam di Kabupaten Magelang,” papar Gus Yusuf.
Karena itu, menurut Gus Yusuf umat Islam juga berkepentingan ikut menjaga Candi Borobudur. “Semangatnya sudah ketemu tinggal bagaimana teknisnya ini agar tidak muncul potensi-potensi konflik yang ada di tengah-tengah masyarakat. Jadi sosialisasi dan komunikasi dengan warga harus terus digencarkan,” pinta Gus Yusuf. [MM]
The post Borobudur Tetap Milik Publik, Umat Buddha Tetap Bisa Beribadah appeared first on BuddhaZine.