Gema perdamaian dan kebahagiaan kembali menggaung dari Candi Agung Borobudur melalui sutra-sutra dan paritta yang didaraskan oleh puluhan anggota Sangha serta ratusan umat Buddha. Kurang lebih 24 anggota Sangha dan 120 umat mengikuti acara Kagyu Monlam Indonesia XIII di Lapangan Vitarka, Hotel Manohara, Borobudur, Magelang. Acara digelar selama tiga hari, mulai Kamis hingga Sabtu (23-25/3).
Rudy Sutanto, wakil ketua panitia menyampaikan bahwa sebagian anggota Sangha datang dari luar negeri sementara peserta berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
“Sebagian anggota Sangha ada yang dari India dan Tibet, kalau para umat ada yang dari Surabaya, Batam, Jakarta, Medan, Pekanbaru, Jawa Tengah, dan juga dari kota lainnya,” katanya.
Kagyu Monlam diselenggarakan oleh Triyana Dharma Center Surabaya yang diisi dengan doa untuk perdamaian dunia dan kebahagiaan semua makhluk. Acara ini sudah dihelat sejak tahun 2009 (Kagyu Monlam Indonesia yang pertama), dan kali ini adalah penyelenggaraan yang ke-13. Pemimpin acara berganti-ganti dalam setiap tahunnya, di tahun ini acara dipimpin oleh Yang Mulia Rinjung Rinpoche asal India.

Monlam sendiri terdiri dari dua kata Mon yang berarti aspirasi dan Lam yang memiliki makna jalan. Jadi Monlam adalah jalan untuk melakukan aspirasi agung yang berarti cara untuk mempraktekkan Dharma berdasarkan bodhicitta dengan tujuan akhir untuk mencapai keBuddhaan demi pencerahan dan kebahagiaan semua makhluk.
Dengan dijadikannya agenda rutin tahunan, diharapkan melalui acara ini umat Buddha bisa melakukan pembaharuan aspirasi dan tekad. Hal ini dikarenakan kondisi batin yang tidak stabil, sehingga aspirasi dan tekad bisa menjadi rapuh dan mudah untuk dilanggar melalui aktivitas-aktivitas mental yang tercemar. Momentum ini juga menjadi kesempatan untuk menambah pengetahuan, wawasan, dan kebijaksanaan yang didapat melalui belajar dan pengalaman, sehingga umat bisa meng-Upgrade (meningkatkan) aspirasi dan tekad menjadi lebih besar dan luas.
Borobudur yang diyakini menjadi tempat bagi tak terhitung makhluk suci, Bodhisattva, dan Arahat melakukan aktivitas suci dan membuat aspirasi agung, menjadi salah satu alasan mengapa Kagyu Monlam dihelat di lokasi ini. Selain itu juga ada manfaat lain, dalam doa aspirasi Sukhavati disebutkan, jika seseorang bersama-sama melakukan kebajikan dan membangkitkan kebahagiaan sepenuh hati, maka orang tersebut akan memperoleh pahala kebajikan sebanyak orang-orang yang bergabung dalam melakukan kebajikan bersama tersebut.
Selama tiga hari pelaksanaan acara, para Sangha dan umat bersama-sama mengambil 8 sila (Atthasila), melafalkan mantra dan paritta suci seperti berlindung pada Triratna, aspirasi agung Samantabhadra, Prajnaparamita Sutra, doa aspirasi Sukhavati, dan berbagai pemberkahan suci untuk meningkatkan kebahagiaan dan kesejahteraan semua makhluk. Rinpoche selaku pemimpin acara membabarkan Dhamma yang sangat berharga di hari terakhir acara, serta memimpin berbagai ritual seperti pelaksanaan puja, persembahan api suci (Homa), memimpin Pradaksina serta puja pelimpahan jasa bagi leluhur (Pattidana).

Di sela pendarasan sutra, juga diadakan puja aroma yaitu dengan membakar berbagai bahan makanan (tepung terigu, madu, gula merah, susu bubuk, mentega, dan kacang-kacangan) serta kain lima warna.
“Puja aroma ini sebagai perlambang persembahan dengan mengundang Tri Ratna, Bodhisattva, Dewa pelindung setempat, dan para makhluk penagih hutang karma (Karmic Deptors),” imbuh Rudy Sutanto.
Pengadaan acara Kagyu Monlam yang hanya setahun sekali ini memberikan pengalaman spiritual yang berbeda, terlebih pelaksanaannya di monumen agama Buddha terbesar di dunia. Hal ini yang dirasakan salah satu peserta Kagyu Monlam ke-13, Tanto Harsono, seorang tokoh Madha Tantri.
“Menurut saya pribadi ini sangat bagus, saya mengikuti selama 3 hari berturut-turut membaca banyak mantera tentunya memperkuat keyakinan kami tentang panutan kami aliran Vajrayana. Di bawah perlindungan Buddha, Dharma dan Sangha kami menjalani sojong (Atthasila) belajar mengendalikan diri. Ini bisa semakin menambah kepercayaan saya kepada Tri Ratna,” jelas Tanto Harsono.
Ketua DPD WALUBI Provinsi Jawa Tengah ini berharap, tahun-tahun depan tetap bisa diadakan acara yang sama dan semakin banyak umat yang ikut acara ini.
“Saya sendiri berharap tahun depan bisa bertambah pesertanya. Meskipun ini memang khusus untuk aliran Kagyu, tapi umumnya yang ikut adalah aliran Vajrayana. Ini memang aliran murni Kagyu, karena Rinpoche-nya juga datang dari India,” imbuh Tanto.
Acara ditutup dengan puja pelita yang diawali dengan pradaksina pelita mengelilingi candi. Seluruh peserta menyalakan pelita pengharapan dan mengungkapkan harapan masing-masing disertai pujian kepada Tri Ratna di hadapan Candi Agung Borobudur.

The post Kagyu Monlam XIII: Suara Damai dan Kebahagiaan dari Candi Agung Borobudur appeared first on BuddhaZine.