Warung Dharma, sebuah forum diskusi ala warung kopi yang digagas dan dilaksanakan oleh Vihara Buddhayana Dharmavira Center (BDC) Surabaya ini terbilang unik dan menarik. Diskusi warung dharma adalah konsep diskusi santai dengan makanan ringan dan mendatangkan pembicara yang ahli di bidangnya. Seperti diskusi pada Kamis, (3/8) yang mendatangkan Kang Zaim sebagai pembicara.
Kang Zaim merupakan seorang pencari spiritual yang telah berguru dengan banyak guru spiritual dari latar belakang yang berbeda-beda. Pertemuannya dengan meditasi Buddhis membawa kebahagiaan tersendiri dan membuatnya tertarik mendalami ajaran Buddha dari sisi praktik meditasi. Meskipun telah belajar meditasi dengan guru-guru meditasi Kang Zaim merasa masih ada sesuatu yang kurang dalam dirinya.
Pertemuannya dengan Master Zen Thich Nhat Hanh membawanya ke Plum Village, Prancis menjalani kehidupan biarawan selama lebih dari lima tahun. Lalu, apakah menjadi biksu di Plum Village dia menemukan apa yang dia cari sehingga mampu memenuhi ruang kosong dalam dirinya, apa yang dia cari dan apakah dia menemukannya? Pertanyaan ini muncul dari salah satu peserta Warung Dharma.
Kang Zaim menjelaskan bahwa mengikuti retret di Indonesia dengan berbagai guru meditasi memang membawa kebahagiaan tersendiri. Tetapi, kebahagiaan itu tidak bertahan lama, selang beberapa bulan setelah retret pikiranya merasa kacau lagi. Inilah yang ditemukannya dibawah asuhan Thay.
Dasar meditasi
“Saya mendapat pondasi meditasi yang kuat dari Bhante Utamo, ini juga yang sangat membantu saya ketika belajar dengan Thay, yang membuat saya sangat cocok belajar dengan Thay adalah beliau mengajarkan meditasi dalam kehidupan sehari-hari,” jelasnya.
“Pertanyaan tadi, apakah saya menemukan yang saya cari? Ini memang agak susah dijelaskan. Karena spiritual itu harus dilakoni, harus benar-benar dirasakan. Kalau mau menjawab saya akan mengatakan iya, saya menemukan. Apa yang saya temukan? Penemuan terbesar saya adalah saya tau bagaimana selaras dengan alam.”
“Kalau saya mau melihat dalam ajaran Hindu, saya melihat ada bhuana agung dan bhuana alit. Bhuana agung adalah makro kosmos, bhuana alit adalah mikro kosmos. Akan sangat mustahil kita bisa menggapai makro kosmos ketika kita tidak bisa memahami mikro kosmos.
“Di agama Buddha saya menemukan untuk ke arah sana itu sangat detail sekali. Dalam meditasi vipassana Anda akan diperkenalkan dengan nyana-nyana ada 12 nyana. Nyana pertama adalah Namarupa parijedannyana, ini adalah dasar pengetahuan kita untuk menyatu dengan makro kosmos untuk selaras dengan alam.”
Mikro kosmos dan makro kosmos
“Ada alam kecil dalam diri kita, ada alam besar, orang Barat menyebutnya makro kosmos. Dalam nyana pertama ini benar-benar merubah pandangan saya tentang alam. Tubuh kita ini juga alam semesta, ada perasaan sedih, senang, gelisah, itu berputar-putar terus dalam diri kita, setiap detik setiap jam.
Itu adalah fenomena alam tersendiri dan kalau kita tidak bisa menyelaraskan alam dalam diri kita ini akan sangat mustahil bisa menyelaraskan alam yang lebih besar. Dalam tradisi Jawa biasa kita sebut sebagai manunggaling kawula Gusti. Terus bagaimana Anda bisa manunggal karo Gusti kalau Anda tidak mengerti sopo sejatine ingsun? Mengenai hal ini, dalam ajaran Buddha dikupas habis-habisan dalam nyana pertama ini, ini sudah sangat jelas sebenarnya,” jelas Kang Zaim.
*Dirgahayu Indonesia ke 72! Merdeka!