Quantcast
Channel: Buddhazine
Viewing all articles
Browse latest Browse all 2781

Merah Putih dan Welas Asih

$
0
0

Sejarah merah putih sebagai bendera sudah ada jauh sebelum Indonesia ada. Secara umum Merah diartikan sebagai eberanian dan putih diartikan kesucian. Warna merah di atas warna putih diartikan sebagai keberanian harus dilandasi oleh kesucian, oleh kemurnian. Bendera kita memiliki makna yang mendalam. Sama halnya seperti kebanyakan bendera negara-negara di Eropa yang banyak menggunakan gambar salib untuk benderanya, bendera merah putih juga memiliki makna spiritual. Makna yang mendalam. Tapi apa itu keberanian yang dilandasi kesucian? Apa itu kesucian?

Untuk menjawab pertanyaan itu kita harus kembali ke masa lalu. Di masa ketika tradisi Dharma masih mendominasi Nusantara. Ada dua tradisi besar yang berkembang yaitu Buddha dan Siwa. Di era Majapahit, Raja memiliki penasihat spiritual dari dua tradisi ini. Dharma Dhyaksa ring Kasogatan dan Dharma Dhyaksa ring Kasiwan.

Kasogatan adalah nama agama Buddha pada masa itu. Berasal dari salah satu gelar Buddha yaitu Sugata yang artinya pergi dengan sempurna dan juga datang dengan sempurna. Kasiwan adalah agama Siwa. Walaupun demikian, seperti yang diungkapkan oleh Mpu Tantular dalam Kakawin Sutasoma bahwa Siwa dan Buddha tidaklah dua, hanya tampak saja sebagai dua tetapi Dharma selalu satu (tan hana Dharma mangrua). Sehingga sering disebut sebagai satu kata Siwa-Buddha atau Buddha-Siwa. Tradisi ini masih berkembang di Bali sampai saat ini.

Buddha

Ajaran Buddha yang dominan berkembang di Nusantara adalah dari tradisi Mahayana, khususnya Vajrayana disebut juga Mantrayana atau Mantranaya atau Tantrayana. Tantrayana adalah untuk mewujudkan visi Mahayana yaitu untuk membawa semua makhluk ke alam pencerahan. Jalan Mahayana disebut juga jalan Bodhisatwa.

Para Bodhisattwa adalah makhluk-makhluk yang dengan sadar memilih lahir lagi dan lagi demi membantu semua makhluk terbebas dari alam samsara. Ini ibaratnya seseorang yang memilih berada di kolong jembatan padahal ia memiliki semua fasilitas untuk tidur di hotel bintang lima. Ini adalah perwujudan tertinggi dari keberanian.

Keberanian yang digerakkan oleh welas asih. Keberanian yang dilandasi oleh kesucian, oleh kemurnian. Keberanian dan welas asih bukanlah dua hal yang berbeda, tetapi satu, seperti api dan cahayanya, seperti air dan basahnya. Keberanian ini seperti keberanian seorang ibu untuk menyelamatkan putra tunggalnya dari kobaran api rumah yang terbakar. Keberanian yang digerakkan oleh welas asih.

Keberanian yang tidak dilandasi oleh kemurnian bukanlah keberanian. Seolah-olah terlihat sebagai keberanian tetapi sesungguhnya bukan keberanian. Keberanian yang tidak dilandasi kemurnian adalah ancaman, adalah tirani, adalah teror. Keberanian yang tidak dilandasi kemurnian adalah kebencian yang diekspresikan dan pasti akan  membawa kehancuran dan penderitaan bagi diri sendiri dan juga bagi orang lain.

Adalah sangat mudah untuk mati dalam melakukan terror, melakukan bunuh diri dan membunuh orang, tidak diperlukan kemurnian untuk melakukan ini. Tetapi untuk lahir lagi dan lagi, untuk menderita demi membantu semua makhluk, demi kebaikan dan kebahagiaan semua makhluk, hanya keberanian yang digerakkan oleh welas asih yang mampu melakukannya, hanya keberanian yang dilandasi kemurnian yang mampu melakukannya.

Apa itu kemurnian atau kesucian? Kemurnian atau kesucian adalah ketidak-hadiran kekotoran. Kemurnian yang dimaksud adalah kemurnian batin. Begitu juga keberanian adalah keadaan batin. Kebencian, keirihatian, keserakahan, keangkuhan, ketidakmampuan melihat ke dalam realita adalah kekotoran batin. Di batin yang kotor seperti itu welas asih tidak dapat tumbuh dan mekar. Kemurnian adalah syarat mutlak untuk welas asih dapat tumbuh dan mekar. Dan satu-satunya jalan untuk mencapai kemurnian yang demikian adalah melalui meditasi.

Tidak ada jalan lain. Karena dengan meditasi, kekotoran batin yang sudah ada dapat dilenyapkan dan yang belum muncul dapat dicegah kemunculannya. Batin yang tenang dan damai, yang mampu melihat ke dalam realita adalah ladang yang subur bagi welas asih untuk tumbuh dan mekar. Itu kenapa warna merah pada Sang Saka ada di atas warna putih. Keberanian yang dilandasi oleh kemurnian.

Lagu Merah Putih

Di Bali ada satu lagu tentang Sang Saka Merah Putih. Lagu yang sangat terkenal ini ditulis oleh almarhum Gede Dharna, Sang Pengobar Nasionalisme Masyarakat Bali. Setiap orang  Bali mengetahui lagu ini.

Merah putih benderan tityange (Merah putih benderaku)

Berkibaran di langite terang galang (Berkibar di langit yang terang benderang)

Nike lambang jiwan rakyat Indonesia (Itu adalah lambang dari jiwa rakyat Indonesia)

Merah berani medasar hatine suci (Merah berani berdasarkan hati yang suci)

Pusaka adi leluhur jaya sakti (Pusaka leluhur yang terhebat di antara segala pusaka)

Merah putih kebelanin mati  (Merah putih ku bela mati)

Versi asli diakhiri dengan mengulang bait pertama, tapi yang beredar di masyarakat bait terakhir ada yang digubah untuk lebih membakar nasionalisme. Merah putih harus dibela, sebab merah putih bukan sekedar bendera, bukan sekedar kain dengan dua warna, tapi ajaran tertinggi yang diajarkan oleh para leluhur kita, oleh semua Buddha di masa lalu dan di masa yang akan datang.

Merah putih adalah pusaka tertinggi di antara semua pusaka, ajaran tertinggi di antara semua ajaran. Bahkan jika taruhannya adalah nyawa jangan meninggalkan merah putih ini, jangan pernah meninggalkan welas asih yang dilandasi kemurnian ini. Inilah pesan para leluhur kita yang bijaksana yang harus terus berkibar di Nusantara, yang harus berkibar di dada kita, di hidup kita, di keseharian kita.

Semoga sang Merah Putih terus berkibar di segenap penjuru Nusantara. Semoga keberanian yang didasari kemurnian tumbuh dan mekar di segenap pelosok Nusantara. Semoga semua makhluk dapat hidup bahagia, damai dan tenteram.

 

The post Merah Putih dan Welas Asih appeared first on BuddhaZine | Situs Berita Buddhis.


Viewing all articles
Browse latest Browse all 2781

Trending Articles