“Kesulitan atau penderitaan itu muncul dari pikiran yang tidak tenang, tidak damai, dan tidak tenteram. Jadi supaya kita menjadi manusia yang bahagia dan bebas dari segala penderitaan, kita harus memiliki pikiran yang tenang.” ~ Dagri Rinpoche.
Dagri Rinpoche, seorang guru besar agama Buddha Tibet berkunjung ke Indonesia. Selain mengunjungi Situs Muara Jambi, kedatangannya kali ini juga untuk menjadi pembicara utama dalam acara Borobudur Internasional Conference ke-3 dan mengajar Dharma kepada umat Buddha Indonesia.
Teaching digelar selama tiga hari dengan mengupas 37 praktik bodhisattva. Acara ini digelar di Ruang Avadana, Hotel Manohara dan dihadiri oleh 80-an umat Buddha dari berbagai daerah di setiap sesinya.
37 praktik Bodhisattva merupakan sebuah teks ajaran yang ditulis oleh Tog-me zang-po. “Tog-me zang-po adalah orang yang mempunyai rasa welas asih kepada semua mahkluk. Hal ini sudah terlihat sejak usianya sangat muda. Saat berusia empat tahun, saat terjadi hujan salju yang sangat lebat dan ada seekor serangga sedang kedinginan di luar rumah, Tog-me zang-po rela melepaskan jaketnya untuk menghangatkan serangga tersebut,” tutur Dagri Rinpoche saat mengenalkan teks 37 praktik Bodhisattva pada teaching hari pertama, Rabu, (2/5).
Teks 37 tahun sendiri ditulis oleh Tog-me zang-po pada usia lima belas tahun. “Pada saat teks ini ditulis, angin bertiup kencang dari segala arah, yang merupakan tanda betapa teks atau ajaran ini akan sangat berharga bagi seluruh umat manusia. Jadi bisa dikatakan karena teks dan kejadian inilah Tog-me zang-po dikenal banyak orang telah mencapai boddhisattva di usia yang sangat muda.”
Isi dari teks atau ajaran tersebut pada dasarnya merupakan keinginan semua umat manusia yaitu kebahagiaan dan pembebasan dari segala penderitaan. Ulasan ini dijabarkan lebih rinci oleh Dagri Riponche melalui penjelasannya.
Dagri Riponche melanjutkan pembahasan dengan memberikan contoh kejadian di masa-masa sebelum abad ke-20. Pada masa itu sering terjadi peperangan dan kekerasan yang memakan banyak korban. Terlihat banyak sekali ketidakbahagiaan dan penderitaan yang dirasakan masyarakat masa itu. Hal itu terjadi atau muncul berawal dari pikiran yang tidak tenang dan tanpa adanya rasa kasih sayang.
Menurut Dagri Riponche hal ini sangat berhubungan dengan esensi ajaran Buddha. Inti ajaran Buddha adalah cinta kasih dan kepekaan terhadap sesama. Cinta kasih dan kasih sayang itu merupakan sifat alami dari setiap makhluk hidup. Ini adalah ajaran asli Buddha.
Pencarian Atisha Dipankara ke Svarnadvipa
Setelah Buddha wafat, ajaranNya sempat menghilang dari India. Karenanya, seorang Atisha berlayar dan belajar ajaran Buddha di Nusantara yang kemungkinan besar berada di Sriwijaya atau Svarnadvipa.
“Atisha bersama lima ratus guru atau master yang lain berlayar selama tiga belas bulan menuju pulau emas atau golden island yang dikenal dengan Svarnadvipa. Di pulau inilah Atisha bertemu dengan Serling Pa yang juga dikenal dengan Dharmakirti dan berguru selama dua belas tahun,” terang Dagri Riponche.
Setelah itu ajaran Buddha diajarkan kembali oleh Atisha hanya kepada beberapa murid dari sekian banyak murid beliau di India. Salah satunya yaitu Dong Tongpa yang dikenal sebagai manifestasi dari Avalokiteshvara. Dong Tongpa mempunyai tiga saudara yang merupakan guru-guru dari India pada kehidupan masa lampau. Salah satu dari tiga saudara Dong tongpa yaitu Potoa, mempunyai murid yang bernama Lang Tongpa yang kemudian menulis delapan bait mengenai latihan kesadaran atau mind training.
Ajaran delapan bait latihan kesadaran ini kemudian ditemukan oleh seseorang yang sedang mencari banyak sekali ajaran bernama Gesejekawa. Gesejekawa sendiri melihat bahwa ajaran tersebut sangat bermanfaat ketika beliau sedang mendapatkan kesulitan.
Cerita selanjutnya bahwa Gesejekawa berpikir bahwa ajaran ini sangat sayang jika hanya disimpan saja atau hanya di ajarkan kepada beberapa orang tertentu saja. Akhirnya Gesejekawa mengajarkan dan menyebarkan ajaran ini secara lebih luas, hingga pada suatu ketika Gesejekawa melihat ada penyakit yang bisa sembuh karena mempraktikkan ajaran latihan kesadaran atau mind training. Saat itu, ada penyakit yang terkenal sangat mengerikan dan menakutkan, lepra!
Hingga sekarang, ajaran Buddha yang diajarakan oleh Serling Pa (Orang dari Sumatera) Dharmakirti kepada Atisha ini masih lestari di Tibet dan diajarkan oleh Dalai Lama.
Acara teaching Dagri Riponche berlangsung hingga (7/5) di Hotel Manohara, Borobudur. Selain teaching acara ini juga dirangkai dengan konferensi internasional yang dilaksanakan pada Jumat (4/5).
The post Dagri Rinpoche Ajarkan 37 Praktik Bodhisattva di Mandala Agung Borobudur appeared first on .